Matematikawan kadang membawa-bawa nama Tuhan juga. “God created the integers”, kata Leopold Kronecker (1823-1891). “All else is the work of man”, lanjutnya.
Anda tentunya masih ingat falsafah Pythagoras yang menyatakan bahwa “semua adalah bilangan”. Yang ia maksud dengan bilangan pada masa itu adalah bilangan rasional, yakni bilangan yang dapat dituliskan sebagai hasil bagi dua bilangan bulat (dengan penyebut tidak sama dengan nol).
Belakangan, para murid Pythagoras menyadari bahwa ada bilangan yang tak dapat dinyatakan sebagai hasil bagi dua bilangan bulat. Bilangan tersebut dikenal sebagai bilangan irasional. Nah, bilangan real yang kita kenal sejak di sekolah menengah terdiri dari bilangan rasional dan bilangan irasional. Selanjutnya, bilangan irasional terbagi atas bilangan aljabar (seperti √2) dan bilangan transenden (seperti π).
Bila Anda menganggap tidak ada yang perlu dipertentangkan tentang bilangan real, tidak demikian halnya bagi sejumlah matematikawan. Konsep bilangan real sesungguhnya bukanlah suatu konsep yang mudah. Matematikawan Yunani Kuno tidak berhasil merumuskannya dengan tuntas. Demikian pula dengan para matematikawan Renaissance.
Baru pada abad ke-19, konsep bilangan real dirumuskan secara ketat (rigorous) oleh Georg Cantor (1845-1918); dan beberapa tahun kemudian oleh Richard Dedekind (1831-1916) dan juga oleh Karl Weierstrass (1815-1897). Namun, konsep bilangan real tidak serta-merta diterima oleh para matematikawan terkemuka pada masa itu. Salah seorang yang menolak dalil Cantor tentang keterbilangan himpunan bilangan aljabar dan ketakterbilangan himpunan bilangan transenden adalah Leopold Kronecker.
Kata Kronecker, “Tuhan menciptakan bilangan bulat. Yang lainnya adalah (hasil) pekerjaan manusia.” Nah, yang ia maksud dengan “Yang lainnya adalah (hasil) pekerjaan manusia” adalah (hasil) pekerjaan Cantor. Bagi Kronecker, dalil Cantor tersebut di atas merupakan ‘sampah’ — sekadar hasil utak-atik manusia, bukan suatu kebenaran yang berasal dari Tuhan, seperti halnya bilangan bulat.
Kronecker memang seorang ‘finitist’, yang tidak menerima konsep ketakterhinggaan. Dewasa ini, walau konsep ketakterhinggaan telah diterima secara luas, masih ada sejumlah matematikawan yang belum atau bahkan tidak menerimanya. He he, dalam matematika, ada juga kubu-kubu loh. Untungnya kubu-kubu yang berbeda dalam matematika masih bisa berdampingan dengan damai. 🙂
*
Bandung, 19-12-2017
Luar biasa…. terimakasih Pak Hendra. Sekali kali waktu datanglah ke Loksado kalimantan selatan.
LikeLike