Fungsi y = ex mempunyai turunan sama dengan dirinya sendiri, yakni y ’ = y. Dengan Aturan Rantai, fungsi y = e–x mempunyai turunan y ’ = –y. Nah, sekarang tinjau dua fungsi berikut:
y = ½ (ex + e–x) = c(x)
dan
y = ½ (ex – e–x) = s(x).
Faktor ½ sengaja ditambahkan secara khusus agar c(0) = 1. Lalu apa yang menarik dengan kedua fungsi ini?
Yang menarik adalah bahwa c ’(x) = s(x) dan s ’(x) = c(x). Fakta ini mirip dengan fakta tentang fungsi cos x dan sin x. (Bedanya, turunan dari cos x adalah –sin x). Selain itu, kita dapat memeriksa bahwa c(x)2 – s(x)2 = 1. Ini mirip dengan cos2 x + sin2 x = 1. Kemiripan lainnya: c(x) merupakan fungsi genap [c(-x) = c(x)] dan s(x) merupakan fungsi ganjil [yakni s(-x) = –s(x)].
Karena kemiripannya dengan fungsi cosinus dan sinus, kedua fungsi di atas dinamai fungsi cosinus hiperbolik dan sinus hiperbolik, dan dilambangkan dengan cosh x dan sinh x.
Bila (cos t, sin t) merupakan suatu titik pada lingkaran berjari-jari 1 yang berpusat di titik (0, 0), maka (cosh t, sinh t) merupakan suatu titik pada bagian hiperbola u2 – v2 = 1 yang berada di sebelah kanan sumbu vertikal (u > 0). Istilah ‘hiperbolik’ muncul semata-mata karena alasan ini. Berbeda dengan cos x dan sin x, baik cosh x maupun sinh x bukan fungsi periodik.
O ya, fungsi trigonometri hiperbolik diperkenalkan pada tahun 1760-an oleh Vincenzo Riccati (1707-1775) dan oleh Johann Heinrich Lambert (1728-1777). Notasi yang kita pakai sekarang adalah notasi yang diusulkan oleh Lambert.
*
Bandung, 24-10-2017
1 Comment