Matematika bukan ilmu yang muncul begitu saja. Di samping teori bilangan, geometri, dan logika matematika, cabang-cabang utama matematika lainnya, seperti aljabar, analisis, topologi, teori peluang, statistika, kombinatorika, dan seterusnya, lahir dari pengalaman hidup manusia di muka Bumi ini. Persisnya, sebagaimana diungkapkan oleh Peter Hilton (1996), matematika tumbuh karena adanya keinginan manusia untuk mensistematisasikan pengalaman hidupnya, menatanya dan membuatnya mudah dimengerti, supaya dapat meramalkan dan bila memungkinkan mengendalikan peristiwa yang akan terjadi pada masa depan.
Tak perlu dipungkiri bahwa pada akhirnya ada pula sejumlah cabang matematika yang kemudian bertumbuh demi kemajuan matematika itu sendiri. Karena itu ada istilah ‘matematika murni’ dan ‘matematika terapan’, walaupun sesungguhnya proses yang dilakukan oleh para matematikawan terapan tidaklah banyak berbeda dengan yang dilakukan oleh matematikawan murni. Yang seringkali berbeda adalah sumber permasalahannya: yang satu muncul ketika mempelajari matematika itu sendiri, sementara yang lainnya dipicu oleh persoalan dalam kehidupan sehari-hari.
Gaston Gonnet (Zurich Intelligencer, ICM 1994) mengilustrasikan keterkaitan antarcabang matematika plus penerapannya sebagai rantai makanan. Sebagai contoh, dalam suatu rantai makanan, ada yang harus menggarap sawah, memilih bibit, menanam dan menuai padi, memberi makan ternak, mengangkut dan memasarkan, dan akhirnya kita dapat menikmati semur daging di rumah. Setiap tahap memerlukan tahap sebelumnya dan menopang tahap selanjutnya.
Jadi, bila kita ingin hidup di dunia yang kian bergantung pada teknologi yang semakin canggih seperti sekarang ini, kita harus menjaga semua mata rantai yang ada, termasuk yang paling teoritis sekalipun. Bila tidak ada yang menggarap sawah, dalam beberapa tahun kita mungkin takkan dapat menikmati semur daging lagi! Dan bila tidak ada yang menekuni ‘matematika murni’, dalam beberapa tahun kita mungkin takkan pernah menemukan teknologi baru lagi.
~Cuplikan dari “Matematika Bukan Sekadar Berhitung” yang dimuat di Pikiran Rakyat tahun 1998.
*
Bandung, 17-03-2020