Kemarin, Senin 3 Februari 2020, saya bertemu dan berbincang-bincang dengan sahabat seangkatan saya, Prof. Edy Tri Baskoro, yang pada saat ini menjabat sebagai Dekan FMIPA ITB. Kami bertemu untuk membahas rencana kuliah umum yang akan diselenggarakan pada awal April 2020. Namun, apa yang akan saya tulis sekarang tidak ada kaitannya dengan topik kuliah umum tersebut.
Di sela-sela perbincangan kami, Pak Edy bercerita tentang rekannya yang menekuni ilmu peternakan. Mereka sama-sama menempuh studi di Australia pada tahun 1990-an. Pada suatu waktu, teman Pak Edy sedang melakukan percobaan dengan hewan ternak. Setiap empat jam sekali, ia harus ke lapangan untuk melakukan pengamatan terhadap hewan percobaannya. Pak Edy ingat ketika itu, setelah mereka makan malam, temannya pamit untuk mengamati hewan percobaannya.
Pak Edy kemudian membandingkan kegiatan penelitian yang dilakukan oleh temannya dan kegiatan penelitiannya dalam matematika. (Bidang penelitian Pak Edy adalah teori graf). Sebagai matematikawan, ia tidak harus ke lapangan setiap empat jam sekali. Kata Pak Edy, penelitian dalam matematika bebas dari ruang dan waktu. Saya mengamini kesimpulan tersebut.
Bahkan, saya dapat menambahkan, penelitian dalam matematika juga tidak bergantung pada panca indera yang kita miliki. Ada matematikawan Jepang yang saya kenal; ia tidak bisa melihat tetapi jauh lebih hebat daripada saya yang bisa melihat. Barangkali, di negara lain, ada matematikawan yang pendengarannya kurang bagus, tetapi publikasinya banyak juga. Jadi, menurut teman saya yang pernah menjabat sebagai Presiden Indonesian Mathematical Society itu, karena penelitian dalam matematika tidak bergantung pada ruang dan waktu (serta panca indera kita), maka sungguh keterlaluan bila orang yang mengaku matematikawan tidak menghasilkan karya penelitian selama bertahun-tahun.
*
Bandung, 04-02-2020
~Gambar Euclid dari https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/2/21/Euclid.jpg